Rabu, 25 April 2012

Mengapa Para Wanita Lebih Sulit Berhenti Merokok

Sabtu, 07 April 2012 | 09:50 WIB

TEMPO.CO, Jakarta- Para wanita cenderung lebih sulit berhenti merokok ketimbang pria. Menurut para ilmuwan, hal tersebut karena otak wanita bereaksi berbeda terhadap nikotin.

Ketika seseorang merokok, jumlah reseptor nikotin di otak--yang mengikat nikotin dan meningkatkan kebiasaan merokok--diperkirakan meningkat jumlahnya. Hasil studi pada pria mengungkapkan, dan ini benar, pria perokok mempunyai reseptor nikotin yang lebih banyak ketimbang pria yang tidak merokok. Sebaliknya wanita perokok mempunyai reseptor nikotin yang hampir sama dengan wanita non-perokok.

“Ketika melihatnya sesuai dengan gender, Anda akan melihat sebuah perbedaan besar,” kata peneliti riset, Kelly Cosgrove, asisten profesor bidang psikiatri di Yale University School of Medicine, seperti dikutip Live Science.

Temuan-temuan ini penting karena pengobatan utama bagi mereka yang ingin berhenti merokok adalah terapi pengalihan nikotin, seperti permen karet nikotin. Menurut Cosgrove, hasil studi menunjukkan, bagi wanita perokok manfaatnya akan lebih baik jika menggunakan pengobatan yang tidak melibatkan nikotin, di antaranya terapi perilaku seperti teknik olahraga atau relaksasi, dan obat-obatan yang tidak mengandung nikotin.

Elemen-elemen merokok yang tidak berkaitan dengan nikotin seperti bau dan berpura-pura memegang sebatang rokok kemungkinan berpengaruh besar dalam meningkatkan kebiasaan wanita perokok dibandingkan pada pria, sambung Cosgrove seperti dikutip situs LiveScience edisi 3 April 2012.

Dalam penelitian ini, Cosgrove dan rekan-rekannya memindai otak 52 pria dan 58 wanita, sebagian dari mereka adalah perokok. Para peneliti mengamati reseptor nikotin di otak menggunakan penanda radioaktif yang mengikat secara khusus kelompok reseptor yang tugas utamanya adalah mempertahankan diri dari nikotin.

Para perokok dalam studi ini, kata Cosgrove, berhenti merokok selama seminggu, sehingga reseptor nikotin mereka bisa diikat dengan penanda tersebut untuk difoto. Para ilmuwan menemukan bahwa pria perokok mempunyai 16 persen lebih banyak reseptor nikotin di area otak yang disebut striatum, 17 persen lebih tinggi di cerebellum, dan 13-17 persen lebih banyak di are cortical atau di luar lapisan otak dibandingkan pria yang tidak merokok. Pada wanita perokok, sebaliknya, jumlah reseptor nikotin hampir sama dengan wanita non-perokok di semua bagian otak tersebut.

Dr. Len Horovits, spesialis paru-paru di Lenox Hill Hospital di New York, sepakat agar perhatian diberikan lebih kepada pengobatan non-nikotin. “Anda bisa mengganti semua nikotin yang Anda inginkan, dan orang kemungkinan tetap ingin merokok,” ujar dia. Contohnya, merokok adalah pelepas stres bagi sebagian orang.

Alasan terjadinya perbedaan terkait dengan jenis kelamin pada penelitian ini tidak diketahui. Namun kemungkinan hal itu berkaitan dengan kadar progesteron. Tingkat hormon yang berfluktuasi pada wanita tergantung dari siklus menstruasi dan lebih tinggi setelah ovulasi. Studi ini menemukan level progesteron terkait dengan lebih rendahnya jumlah reseptor nikotin yang ada, ungkap para peneliti. Kemungkinan progesteron secara tidak langsung menghalangi reseptor-reseptor tersebut.

Di Indonesia, Komisi Nasional Perlindungan Anak menggunakan dua metode pendekatan terapi untuk menghilangkan kecanduan rokok anak-anak. Cara pertama adalah terapi medis dan cara kedua adalah psikososial. Caranya dengan mengajak anak-anak tersebut bermain dan menghilangkan stres anak. Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mereka mengajak anak-anak bermain dan menghilangkan stres anak. "Anak-anak itu juga menjalani terapi totok agar dapat mengembalikan perilaku sosial mereka," katanya.

ARBA’IYAH SATRIANI | RAFIKA AULIA



View the original article here



Peliculas Online

0 komentar:

Tinggalkan komentar...